Kamis, 23 Januari 2014

Tentang Masuk ITB

Kali ini, saya akan bercerita kisah saya masuk ITB. Ya, ITB siapa yang tidak tahu perguruan tinggi teknik the oldest and most prestigious engineering campus. Meski tes masuknya saat ini telah berbeda dengan zaman saya dahulu, tapi seenggaknya bisa dijadikan rujukan dan sejarah perkembangan masuk perguruan tinggi.
Sambil menunggu kelulusan SMA, beberapa PTN telah membuka penerimaan mahasiswa baru jauh sebelum pengumuman ujian nasional. Saya nyoba PMDK ITS ke jurusan Teknik Kelautan, UM UGM daftar Teknik dan Pertanian, juga USM ITB ke Teknik dan MIPA-nya. Masuk PTN tentu bukanlah hal yang gampang, selain bersaing dengan peserta yang banyak, saya juga dihadapkan berbagai cibiran. “Pengen masuk ITB ? Emang ranking berapa ?” itu salah saya pertanyaan yang saya masih ingat. Track record keluarga saya yang memang tidak ada kuliah mungkin latar belakangnya. Tapi, apa itu salah? Masbuloh, masalah buat loh,…
Tapi, keluarga sangat mendukung, ya bagaimana pun namanya keluarga pasti ingin yang terbaik. Tes masuk ITS saya ga lolos, kayaknya karena pas home visit saya tidak ada di rumah. UM UGM saya masuk di pilihan kedua, Manajemen Sumber Daya Perikanan. Dan ITB masuk di FMIPA.
Masuk ITB, ini yang masih keinget sih. Saya beli formulir ke gedung Annex dari Tasik naik bis Budiman pagi-pagi jam 8-an. Loket dibuka sampai jam 2 siang. Budiman ternyata lumayan lelet kala itu dan saya sepanjang jalan khawatir terlambat dan tidak bisa dapat formulir. Oia, sewaktu di bis saya bertemu kang Dudi RS, tutor jurnalistik saya yang berjiwa muda banget. Sesampainya di terminal Cicaheum saya nyari tempat fotokopian, kareda ada beberapa berkas yang belum siap. Nyarinya cukup sulit, karena dekat sini tidak ada sekolahan. Tempatnya agak jauh di depan. Kemudian saya lanjut dengan angkot jurusan ledeng dan berhenti di tamansari. Kang Dudi berbeda jurusan, mau ke Unpad DU naik Ciroyom.
Sesampainya di Annex, dicarilah loket pembelian formulir USM. Saya pun diterima bapak yang baik, belakangan saya tahu dari kwitansinya bernama M. Toha. Sebelum memperlihatkan berkas, saya dihebohkan dengan lupanya fotokopi KTP orang tua, yang ternyata ketutup map di loketnya. Akhirnya setelah berkas lengkap, saya serahkan dan membayar formulir 50.000 aja (aslinya formulir USM 500.000). Formulir pun saya dapatkan dan pulang ke Tasik untuk diisikan.
Sesampainya di Tasik, disambung naik angkot 05 dan entah mengapa keluar jalur trayeknya dan diturunkan di alun-alun Tasik. Padahal petang itu hujan, dan tidak bawa payung. Alhasil saya ke asrama SMA hujan-hujanan. Dalam hati, ya Alloh, semoga formulirnya tidak kenapa-napa dan mungkin ini awal perjuangan ujian dan pengorbanan masuk ITB (lebay juga sih).
Selesai pengisian formulir, saya kembalikan dan tukarkan dengan kartu peserta ujian. Sebelum tes USM Terpusat ini, ada ujian USM Daerah. Kawan sekelas yang juga tercantik di kelas saya kala itu, neng Linda Wulandari ikut USM Daerah tetapi belum masuk. Darinyalah, saya dapet spoiler tesnya akan seperti apa dan apa senjata yang harus dipersiapkan.
Saya pun ke ITB untuk bertarung merebut jatah kursi kuliah. Saya di USM terpusat ini memilih FTTM, FITB dan FMIPA. Saya mengikuti ujian dengan nebeng di kenalan anak ITB yang juga orang Ciamis, kang Araf Pratama Naim (nuhun kang). Saya kenalnya pas try out KMC Galuh Taruna di Islamic Center. Sebelum hari pertarungan, saya survey dulu tempatnya yang ternyata terletak di lantai 1 gedung planologi, cukup dekat dari depan kampus.
Hari tes itu pun tiba, entah kenapa harus berseragam SMA, jadi tahu deh mereka dari mana aja. Luar biasa sekali kebanyakan dari Jakarta dan Bandung. Mereka banyak yang dari sekolah yang sama. Derita gue cuma sendiri ikut tes ini dang a ada temen ngobrol. Mau kenalan juga malu, soalnya saya dari ndeso, kampong dan yang lain dari perkotaan. Pesertanya banyak banget sampai SMA 1 Bandung juga jadi lokasi tes. Hari pertama kami diuji psikotes. Pilihan ganda yang isinya tes potensi akademik. Ada menggambar yang 8 kotak, terus menggambar seseorang tokoh (saya menggambar seorang ustadz, entah kenapa kepikirannya itu), menggambar pohon mangga, dan menulis cita-cita ke depan mau jadi apa kalo ga salah. Dan sesi akhir menjumlahkan angka Koran yang gede itu. Tambah stress jika udah ada yang minta nambah kertas korannya itu.
Hari kedua kami di tes Matematika dasar, bahasa inggris (sekelas TOEFL, reading-nya saintifik semua) dan MIPA terpadu (yang pilihannya sampai J). MIPA terpadunya cukup sulit dan sangat konseptual untuk menjawabnya. Sempet hopeless juga karena susahnya ini, malah beberapa peserta sudah nyerah, tidak bisa menjawab sedangakan pengawas melarang untuk keluar. Akhirnya mereka tidur saja. Tapi bagi saya, kala it uterus mencoba ngulik sebisa mungkin sampai waktunya habis. Trik dari seorang guru untuk nembak menderet sepertinya tidak bisa saya terapkan disini. Karena pilihannya sampai J, banyak pilihan, yang berarti kebolehjadian jawabannya sangat sulit diprediksi. Yah, meski yang lain berasal dari sekolah yang favorit, bisa bimbel dan bisa berusaha dengan uangnya (beli buku, ikut les dll) dan saya tidak bisa dapat fasilitas seperti mereka, tapi dengan bantuan guru-guru, kakak kelas yang mewariskan buku dan SSC (Sekolah Saja Cukup). Saya selau yakin dan memegang prinsip saya punya Allah yang akan selau membantu hambanya. Itu selalu jadi penenang jiwa, ketika sedang down dan tidak yakin dengan diri ini.

Pengumuman itu pun tiba, Alhamdulillah saya masuk FMIPA ITB dengan beasiswa penuh. Saya pun megambil kesempatan ini untuk menimba ilmu di kampus Ganesha. Tempat yang juga Habibi, Soekarno, ARB, Hata Rajasa pernah menimba ilmu disini. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar


Jam Sekarang Coy