Yah, inilah judul tulisannya. Setelah merenungkan beberapa
tahun terakhir ini patutnya tulisan ini sudah lama saya buat. Baru ada
semangatnya sekarang, hehe.
Megutip perkataan salah satu dosen dan diamini oleh
mahasiswanya dalam kelas analitik, sebenarnya bukan gratis free, tapi
sebenarnya “dibayarin”, siapa yang membayarnya ? Negara dan yayasan tentunya.
Secarut marrut dan kacaunya negeri ini, saya masih warga Indonesia, dan harus
bangga pada negeri ini, setuju ?
Awal pendidikan saya dibayarin saat masuk ke Madrasah
Tsanawiyah (MTs) –setingkat SMP- di Darussalam. Sekolah saya ini terintegrasi
dengan pesantren, oleh karenanya banyak kawan-kawan sekolah yang berasal dari
luar daerah, jauh dan bermukim di pesantren. Enaknya saya, sekolahnya berada di
satu kampung dengan rumah saya, jadi tidak perlu mukim di pesantren –istilahnya
santri kalong-. Program beasiswa yang saya dapatkan ketika itu namanya Bantuan
Operasional Madrasah (BOM). Karena nominalnya tidak terlalu besar, program ini
tidak dapat mencover biaya pondokan di pesantren, maka para santri ngalong
inilah yang mendapatkannya untuk biaya SPP bulanan ^_^.
Memasuki jenjang SMA, sebelum lulus MTs saya mendapat info
dari guru terdekat Pak Darsono Alnurr Siregar, ada SMA yang masih muda di
Tasikmalaya, namanya SMA Al Muttaqin. Yaps, SMA ini baru dua tahun dan saya
jadi calon angkatan ketiga saat itu. Dari profilnya, tampilan sekolah ini
begitu memikat, bangunan bagus (ya iya, kan baru) luas dan guru-gurunya jebolan
PTN ok (ITB, IPB, UNEJ dll) oia sebelum tes masuknya saya pernah ikut lomba di
sekolah ini, namanya ASC (Al Muttaqin Science Challenge) tapi ga masuk -_-“.
Skema yang ditawarkan namanya Penelusuran Siswa Prestatif
(PSP), ini adalah program tes masuk berbeasiswa. Saya daftar program ini
bersama rekan Egy Armand Ramdani. Untuk ikut mendaftar setidaknya nilai rapot
harus bagus, terus ada tes tulisnya juga semua pelajaran. Tesnya pilihan ganda
tapi soalnya diatas standar UN, masih inget pokoknya nilai yang kecil tuh
pelajaran Matematik yang dapet 5,25 yang lain lupa. Ada juga wawancaranya,
praktek ibadah dan bahasa. Untuk mendapatkan kursi beasiswa ini harus bersaing
dengan ratusan calon siswa lain se priangan timur. Zaman saya, saingan beratnya
tuh ada Nesacis, Nesa Banjar, nesatta, nedutas, panumbangan, cikoneng dll yang
kebanyakan sekolah favorit. Sempet minder juga awalnya ga bisa lolos. Tapi ya
nyoba aja, mumpung gratis. Hari berlalu dan pengumuman itu pun sampai.
Alhamdulillah saya masuk 1 dari 10 siswa yang dapet beasiswa ini. Dari
daftarnya, saya lihat anak-anaknya pada OK, saya berfikir kayaknya dengan masuk
sekolah ini dan dapet temen yang pinter, bakal ketularan pinternya atau
bersaing dengan kelasnya juga. Tapi what the xxxx dari ratusan yang daftar PSP
bareng saya, sampai daftar ulang dan ikut MOPD kok cuma saya sendiri dan
beberapa dari jalur lain. Dan baru nyadar, program beasiswanya itu Cuma memeloloskan
daku seorang. Yang lain mungkin karena orang pinter dari kota dengan keadaan
keluarga yang punya materi dan informasi juga memilih sekolah negeri yang sudah
terpercaya dibanding sekolah yang belum punya lulusan ini. OK lah fine itu
pilihan, yang penting beasiswanya dapat diperpanjang, asal prestasi baik, dan Alhamdulillah
dibayarin sampai lulus. Malah, sekolah ini pula yang menghantarkan saya masuk
ke Institut Teknologi Bandung dan dapet beasiswa ^_^.
Saya sama sekali tidak melirik sekolah negeri, atau mana pun
lagi. Emang dari sananya kuper, ndeso ga tahu informasi (risiko sekolah di kampung).
Andai saja pas MTs dulu, tahu yang namanya IC, saya pingin kesana. Atau Taruna
Nusantara, -_-“ yang saya tahu masuk kesana mahal dan semi militer. Tapi ya
emang jalannya kali ya udah harus disini. Bersama kawan-kawan 13 saja
seangkatan. Tapi, dengan sedikit ini kami jadi sangat dekat ^_^.
Setelah lulus SMA, masuk ITB juga dapet beasiswa. Saya masuk
2008 jalur USM (yang dikenal mahal) tapi ada jalur beasiswanya juga. Profesi
bapak saya sebagai staf BCA (Bangunan can anggeus) masuk kriteria ini. Setelah
berjibaku dengan sulitnya soal USM (yang PG-nya sampe J) juga LJK yang isiannya
ga bulet, tapi oval (ga ngerti kenapa gini), sampe koran angka di sesi terakhir
yang bikin stress kalo udah ada saingan seruangan yang ngacung minta tambah
kertas. Ya, kalo mengingat-ingat masa perjuangan itu sesuatu banget. Beasiswa
USM pun saya dapatkan berupa pembebasan uang pangkal dan semesteran. Zaman saya
belum ada BIUS, Bidik Misi atau lainnya yang mengcover biaya hidup juga. Tapi Alhamdulillah
untuk biaya hidup tahun pertama dapet dari donator yang baik hati. Tahun kedua
sampai tahun keempat saya dapatkan beasiswa dari Ancora Foundation, lembaga filantropi
Pak Gita Wirjawan (sayangnya ga foto bareng dahulu, dulu saya ga narsis). Karena
kecelakaan, saya cuti satu semester sehingga lulus pun telat. Alhasil tahun
kelima cukup empot-empotan juga buat SPP, semester satu beasiswa Tugas Akhir
dari Pemprov Jawa Barat saya pakai untuk SPP (TA nya sudah dari pembimbing).
Semester 10 nya kepaksa ngerogoh kocek sendiri dan biaya hidup dapet dari
ngajar privat TPB di luar kampus. Akhirnya 30 Juni 2013 saya lulus juga. dan
saat ini masih berjuang untuk dapet beasiswa selanjutnya. Amin ,…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar