Selasa, 16 Agustus 2011

PEMANFAATAN RADIOKIMIA : PERAN RADIASI DALAM PENGOLAHAN IKAN

Oleh : Ihsan Budi Rachman
Kimia FMIPA ITB
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah
1.1.1 Latar belakang
Kimia inti, dewasa ini sudah banyak sekali penggunaannya. Salah satunya peranannya yang penting dalam kepanganan dunia. Terdapat badan di bawah organisasi United Nation atau dalam Bahasa Indonesianya Perserikatan Bangsa – bangsa (PBB) melalui badan Food and Agriculture Organization (FAO), International Atomic Energy Agency (IAEA) dan World Health Organization (WHO) membentuk inisiasi kerjasama International Consultative Group on Food Irradiation (ICGFI) atau yang dikenal dengan sebutan kimia nuklir merupakan salah satu bidang kajian dalam ilmu kimia yang bahasan utamnanya menyangkut sifat-sifat suatu nukleotida, struktur, energetika, isotop, dan hal-hal lainnya yang berkaitan dengan inti suatu atom. Pemanfaatan ilmu ini telah merambah ke berbagai bidang kehidupan seperti kesehatan, industri dan riset kebumian, energi, pangan dan pertanian, ilmu fisika dan kimia, serta kelautan dan hidrologi, dan lain-lain.
Pangan yang menjadi kebutuhan utama saat ini di dunia, memiliki peranan penting sekali dalam tatanan kehidupan. Pertumbuhan penduduk yang mengikuti hukum Malthus deret ukur yaitu tiap tahunnya mengikuti kelipatannya 1, 2, 4, 8, 16,…. Sedangkan pertumbuhan pangan mengikuti deret hitung 1, 2, 3, 4, 5, … dari hukum tersebut, dapat dilihat bahwa suatu saat akan terjadi kelangkaan pangan yang cukup pelik di dunia karena ketidaksingkronan jumlah peningk
atan pangan dan jumlah penduduk, sehingga perlu ada jalan pemecahan masalah tersebut, salah satunya dengan pengawetan makanan melalui radiasi.

1.1.2 Rumusan masalah
Melihat latar belakang itu, maka rumusan masalah yang diajukan adalah bagaimana aplikasi radiokimia dalam pengawetan makanan sehingga memberikan manfaat bidang kehidupan?

1.2 Ruang Lingkup Kajian
Untuk menjawab rumusan masalah di atas, akan dikaji hal-hal berikut :
1. Pangan.
2. Radiasi.
3. Ikan.
4. Peran radiasi dalam pangan, khususnya ikan.

1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan yang hendak dicapai dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui pemanfaatan radiokimia dalam pengawetan ikan yang meliputi definisi, metoda, proses, kegunaan, aplikasi, keuntungan yang akan diperoleh dari pengawetan ikan ini.

1.4 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
1.4.1 Metode
Adapun metode yang digunakan adalah deskriptif analitis karena penelitian ini bertujuan mendeskripsikan data yang diperoleh dari berbagai rujukan kemudian dianalisis secara ringkas dan komprehensif. Dengan menerapkan metode pendekatan empiris dan rasional.
1.4.2 Teknik pengumpulan data
Teknik yang digunakan dalam mengumpulkan data adalah :
1. Studi pustaka.
2. Metode penentuan informan.

1.5 Sistematika Penulisan
Makalah ini dibagi menjadi empat bab. Bab I merupakan bab pendahuluan yang berisi latar belakang dan rumusan masalah, ruang lingkup kajian, tujuan penulisan, metode dan teknik pengumpulan data, serta berisi tentang sistematika penulisan. Pada bab II, diungkapkan tentang tinjauan pustaka yang berisi pangan, radiasi, ikan, dan pengawetan. Bab III, berisi saintifik metoda, fasilitas pengawetan, permasalahan iradiasi, pengemasan, ekonomi irradiasi pangan, pendeteksian ikan terradiasi, dan manfaat. Serta bab IV yang isinya kesimpulan atas masalah dan sarannya.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pangan
Segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai bahan makanan dan minuman bagi konsumsi manusia termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan dan minuman (UU Pangan No. 7 tahun 1996).
Pangan terbagi menjadi dua, pangan nabati dan pangan hewani. Pangan nabati adalah komoditas pangan yang berasal dari tanaman, misalnya beras, jagung, sayur, buah dan lain sebagainya. Sedangkan pangan hewani adalah komoditas pangan yang berasal dari hewan, misalnya telur, daging, ikan dan sebagainya.
Pangan mengandung zat gizi yang sangat bermanfaat bagi tubuh. Fungsinya yang pertama, memberi energi. Zat gizi yang tergolong ini adalah karbohidrat, lemak dan protein, ketiga zat gizi itu terdapat dalam jumlah paling banyak dalam bahan pangan. Dalam fungsi sebagai zat pemberi energi, ketiga zat gizi tersebut dinamakan zat pembakar. Kedua, pertumbuhan dan pemelihara jaringan tubuh. Zat gizi ini yaitu protein, mineral, dan air adalah bagian dari jaringan tubuh. Oleh karena itu, diperlukan untuk membentuk sel-sel baru, memelihara, dan mengganti sel-sel yang rusak. Dalam fungsi ini ketiga zat gizi tersebut dinamakan zat pembangun. Ketiga, mengatur metabolisme tubuh. Protein, mineral, air dan vitamin diperlukan untuk mengatur metabolisme tubuh. Protein mengatur keseimbangan air dalam sel, bertindak sebagai buffer dalam upaya memelihara netralitas tubuh dan membentuk antibodi sebagai penangkal organisme yang bersifat infektif dan bahan asing yang masuk ke dalam tubuh. Mineral dan vitamin diperlukan sebagai pengatur dalam proses-proses oksidasi, fungsi normal syaraf dan otot serta banyak proses lainnya termasuk proses menua. Air diperlukan untuk melarutkan bahan-bahan dalam tubuh, seperti di dalam darah, cairan pencernaan, jaringan, dan mengatur suhu tubuh, peredaran darah, pembuangan sisa-sisa dll. Dalam hal ini protein, mineral, air, dan vitamin dinamakan zat pengatur.

2.2 Radiasi
Pengertian Radiasi dalam fisika, mendeskripsikan setiap proses di mana energi bergerak melalui media atau melalui ruang, dan akhirnya diserap oleh benda lain. Beberapa radiasi dapat berbahaya.
Radiasi ada dua macam. Yang pertama radiasi ionisasi. Radiasi ini memiliki energi yang cukup untuk mengionisasi partikel. Secara umum, hal ini melibatkan sebuah elektron yang 'terlempar' dari cangkang atom elektron, yang akan memberikan muatan positif. Hal ini sering mengganggu dalam sistem biologi, dan dapat menyebabkan mutasi dan kanker. Jenis radiasi umumnya terjadi di limbah radioaktif, peluruhan radioaktif dan sampah.
Tiga jenis utama radiasi ionisasi menurut Ernest Rutherford melalui percobaannya :
1. Radiasi Alpha
2. Radiasi Beta
3. Radiasi Gamma
Yang kedua, radiasi non-ionisasi. Radiasi non ionisasi mengacu pada jenis radiasi yang tidak membawa energi yang cukup per foton untuk mengionisasi atom atau molekul. Ini terutama mengacu pada bentuk energi yang lebih rendah dari radiasi elektromagnetik (yaitu, gelombang radio, gelombang mikro, radiasi teraherzt, cahaya infra merah, dan cahaya tampak). Membentuk ion berenergi ketika melewati materi, radiasi elektromagnetik memiliki energi yang cukup hanya untuk mengubah rotasi, getaran atau elektronik konfigurasi valensi molekul dan atom. Namun demikian terdapat efek biologis yang berbeda untuk jenis radiasi non-ionisasi.
1. Radiasi Neutron
2. Radiasi elektromagnetik
3. Radiasi cahaya
4. Radiasi termal
Penggunaan radiasi, dalam Kedokteran adiasi dan zat radioaktif digunakan untuk diagnosa, pengobatan dan penelitian. Dalam Komunikasi, Semua sitem komunikasi modern menggunakan bentuk radiasi elektromagnetik. Dalam Iptek, Para peneliti menggunakan atom radioaktif untuk menentukan umur suatu benda berusia lama.


2.3 Ikan
Ikan terdiri dari ikan air tawar dan ikan laut. Keduanya adalah makanan sumber protein yang sangat penting untuk pertumbuhan tubuh. Ikan mengandung 18 persen protein terdiri dari asam-asam amino esensial yang tidak rusak pada waktu pemasakan. Kandungan lemaknya 1-20 persen lemak yang mudah dicerna serta langsung dapat digunakan oleh jaringan tubuh. Kandungan lemaknya sebagian besar adalah asam lemak tak jenuh yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan dapat menurunkan kolesterol darah.
Macam – macam ikan mengandung jumlah lemak yang bervariasi, ada yang lebih berlemak dan ada yang kurang berlemak. Lemak merupakan salah satu unsur besar dalam ikan, unsur lainnya adalah protein, vitamin, dan mineral. Orang telah menyadari makan ikan dari laut dan air tawar lebih baik nilai gizinya, namun hanya orang di pesisir yang gemar makan ikan laut.
Orang di daerah pedalaman jarang mengkonsumsi ikan laut, mungkin karena kesegarannya kurang terjamin sehingga bisa mengubah rasa ikan tersebut. Di daerah pedalaman yang ada sungai, empang, dan danau tentu banyak ikan air tawar yang tidak kalah nilai proteinnya dan juga bermanfaat untuk pertumbuhan tubuh.
Hasil penelitian menunjukkan, ikan mengandung protein yang berkualitas tinggi. Protein dalam ikan tersusun dari asam-asam amino yang dibutuhkan tubuh untuk pertumbuhan. Selain itu protein ikan amat mudah dicerna dan diabsorpsi. Selain ikan memang daging unggas, telur, susu, merupakan bahan makanan sumber protein yang berkualitas tinggi. Asam-asam amino yang dikandungnya cukup banyak dan bervariasi sesuai yang dibutuhkan tubuh. Para ahli menemukan, komposisi asam-asam amino dalam bahan makanan hewani sesuai dengan komposisi jaringan di dalam tubuh manusia. Oleh karena ada kesamaan ini maka protein dari ikan, daging, susu, unggas, dan telur mempunyai nilai gizi yang tinggi.
Ikan sering disebut sebagai makanan untuk kecerdasan. Ikan sebagai makanan sumber protein yang tinggi. Kalau dalam menu sehari-hari kita menghidangkan ikan, maka kita memberikan sumbangan yang tinggi pada jaringan tubuh kita. Absorpsi protein ikan lebih tinggi dibandingkan daging sapi, ayam, dan lain-lain. Karena, daging ikan mempunyai serat-serat protein lebih pendek daripada serat-serat protein daging sapi atau ayam. Oleh karena itu ikan dan hasil produknya banyak dimanfaatkan oleh orang-orang yang mengalami kesulitan pencernaan sebab mudah dicerna.
Vitamin yang ada dalam ikan juga bermacam-macam, yaitu vitamin A, D, Thiamin, Riboflavin, dan Niacin. Ikan juga mengandung mineral yang kurang lebih sama banyaknya dengan mineral yang ada dalam susu seperti kalsium, phosphor, akan lebih tinggi dibandingkan dengan susu. Ada dua kelompok vitamin dalam ikan yaitu larut dalam air dan larut minyak. Yang larut dalam minyak yaitu vitamin A dan D, yaitu dalam minyak ikan. Minyak ikan ini banyak dimanfaatkan pemberiannya pada anak-anak. Vitamin yang larut dalam air dan terdapat dalam ikan adalah 4 macam vitamin tergolong dalam famili vitamin B, yaitu B6, B12, Biotin, dan Niacin. Mineral dalam ikan Ikan mengandung banyak mineral termasuk magnesium, phosphor, iodium, fluor, zat besi, copper, zinc, dan selenium.
Ikan dari laut banyak mengandung iodium, demikian juga hasil laut lainnya. Iodium sangat penting untuk mencegah penyakit gondok. Orang-orang di pegunungan yang banyak menderita sakit gondok, antara lain disebabkan jarang makan ikan laut. Kekurangan iodium yang dialami ibu sejak mengandung bayinya akan mengakibatkan bayi yang lahir kretin, dan juga bisa terjadi mental retarded atau IQ-nya rendah. Oleh karena itu pemerintah sekarang membuat peraturan menambahkan iodium pada setiap garam dapur yang dijual di pasaran.
Selenium merupakan mineral yang terdapat dalam ikan dan dalam tubuh kita bekerjasama dengan vitamin E sebagai zat antioksidan untuk memperlambat oksidasi asam-asam lemak tak jenuh. Selenium bersama vitamin E mempertahankan elastisitas jaringan dan bila selenium kurang di dalam tubuh maka akan terjadi premature aging, yaitu suatu keadaan di mana seseorang tampak lebih tua dari umurnya. Oleh karena itu makanlah ikan terutama ikan laut banyak-banyak supaya premature aging bisa dicegah dan orang akan merasa lebih muda dari umurnya serta lebih aktif.
Jadi, ditinjau dari aspek gizi, ikan merupakan bahan pangan sumber protein yang cukup potensial dan dapat dibandingkan atau disejajarkan dengan bahan pangan hewani lainnya seperti daging sapi, unggas, telur dan susu. Ikan mempunyai kandungan protein sekitar 15-24 % tergantung jenis ikan dan mempunyai daya cerna yang relatif tinggi yaitu sekitar 95%. Kandungan gizi penting lainnya pada ikan yang sangat berperanan dalam menjaga kesehatan tubuh adalah “asam lemak omega 3”. Asam lemak omega 3 ini khususnya banyak terdapat pada ikan laut, misalnya lemuru. Disamping itu ikan juga merupakan sumber zat gizi mineral yang sangat penting, yaitu Ca, P dan Fe.

2.4 Pengawetan
Pengawetan adalah salah satu cara untuk memperpanjang usia kebermanfaatan suatu pangan yang dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan manusia. Secara garis besar pengawetan dapat dibagi dalam 3 golongan yaitu cara alami, biologi, dan kimiawi. Proses pengawetan secara alami meliputi pemanasan dan pendinginan.
Proses pengawetan secara biologis misalnya dengan peragian (fermentasi), dan penggunaan Enzim. Fermentasi merupakan proses perubahan karbohidrat menjadi alkohol. Zat-zat yang bekerja pada proses ini ialah enzim yang dibuat oleh sel-sel ragi. Lamanya proses peragian tergantung dari bahan yang akan diragikan. Enzim adalah suatu katalisator biologis yang dihasilkan oleh sel-sel hidup dan dapat membantu mempercepat bermacam-macam reaksi biokimia. Enzim yang terdapat dalam makanan dapat berasal dari bahan mentahnya atau mikroorganisme yang terdapat pada makanan tersebut. Bahan makanan seperti daging, ikan susu, buah-buahan dan biji-bijian mengandung enzim tertentu secara normal ikut aktif bekerja di dalam bahan tersebut. Enzim dapat menyebabkan perubahan dalam bahan pangan. Perubahan itu dapat menguntungkan ini dapat dikembangkan semaksimal mungkin, tetapi yang merugikan harus dicegah. Perubahan yang terjadi dapat berupa rasa, warna, bentuk, kalori, dan sifat-sifat lainnya. Beberapa enzim yang penting dalam pengolahan daging adalah bromelin dari nenas dan papain dari getah buah atau daun pepaya.
Pengawetan secara kimia menggunakan bahan-bahan kimia, seperti gula pasir, garam dapur, nitrat, nitrit, natrium benzoat, asam propionat, asam sitrat, garam sulfat, dan lain-lain. Proses pengasapan juga termasuk cara kimia sebab bahan-bahan kimia dalam asap dimasukkan ke dalam makanan yang diawetkan. Apabila jumlah pemakainannya tepat, pengawetan dengan bahan-bahan kimia dalam makanan sangat praktis karena dapat menghambat berkembangbiakan mikroorganisme seperti jamur atau kapang, bakteri, dan ragi. Ada dua cara proses bebas kuman, yaitu sterilisasi dan pasteurisasi. Sterilisasi adalah proses bebas kuman, virus, spora dan jamur. Keadaan steril ini dapat dicapai dengan cara alami maupun kimiawi. Secara alami dapat dilakukan dengan memanaskan alat-alat dalam air mendidih pada suhu 100 oC selama 15 menit, untuk mematikan kuman dan virus. sedangkan spora dan jamur disterilkan pada suhu 120 oC. Secara kimiawi dapat dilakukan dengan menggunakan antiseptik dan desinfektan.



BAB III
PERAN RADIOKIMIA DALAM PENGELOLAAN IKAN
3.1 Saintifik Metode
Jenis radiasi yang digunakan dalam pengolahan pangan, khususnya ikan terbatas untuk radiasi dari sinar gamma energi tinggi, sinar-X dan elektron dipercepat. Radiasi ini juga disebut sebagai radiasi ionisasi karena energi mereka cukup tinggi untuk mengeluarkan elektron dari atom dan molekul dan mengkonversikannya ke partikel bermuatan elektrik yang disebut ion. Sinar gamma dan sinar-X, seperti radiowaves, microwave, sinar ultraviolet dan cahaya tampak, merupakan bagian dari spektrum elektromagnetik dan terjadi di panjang gelombang pendek, daerah spektrum energi tinggi dan memiliki daya tembus cukup besar. Sinar ini memiliki sifat dan efek yang sama pada bahan, sumber pancaran menjadi perbedaan utama antara sinar gamma dan sinar-X. Sinar-X energinya dihasilkan berbagai oleh mesin. sinar gamma dengan energi tertentu berasal dari disintegrasi spontan radionuklida.
Fenomena Radionuklida terjadi secara alami dan buatan manusia, juga disebut
isotop radioaktif atau radioisotop, radiasi dipancarkan karena secara spontan membentuk kembali ke keadaan stabil. Waktu yang diambil oleh radionuklida meluruh setengahnya dari awal disebut radioaktivitas dibanding sekarang dikenal sebagai waktu paruhnya, dan spesifik untuk setiap radionuklida dari suatu elemen tertentu. The Becquerel (Bq) adalah radioaktivitas dan unit sama dengan satu disintegrasi per detik. Hanya sumber radiasi tertentu dapat digunakan dalam irradiasi pangan. radionuklida kobalt-60 atau Cesium-137. Mesin sinar-X memiliki energi maksimum lima juta elektron volt (MeV) (elektron volt adalah jumlah energi yang didapat oleh elektron saat dipercepat oleh potensial satu volt dalam ruang hampa); atau electron accelerator yang memiliki energi maksimum 10 MeV.
Energi dari sumber-sumber radiasi cukup rendah untuk mendorong radioaktivitas dalam bahan, termasuk pangan.
Radionuklida yang digunakan harus eksklusif untuk iradiasi pangan dengan sinar gamma adalah kobalt-60. Sinar ini diproduksi oleh penembakan neutron dalam reaktor nuklir dari logam kobalt-59, kemudian secara ganda dienkapsulasi di “pencils” stainless steel untuk mencegah kebocoran apapun selama penggunaannya dalam Iradiator. Kobalt-60 memiliki paruh 5,3 tahun, sinar gamma yang dihasilkan sangat tajam dan dapat digunakan untuk disimpan di kotak yang penuh dengan makanan segar atau beku. Cessium-137 adalah satu-satunya radionuklida pemancar gamma yang cocok untuk industri pengolahan bahan. Radiasi ini dapat diperoleh dengan pendaurulangan, atau penggunaan kembali elemen bakar nuklir dan telah mencapai waktu paruh 30 tahun. Namun, tidak ada pasokan komersial dalam jumlah besar cesium-137. Kobalt-60 kemudian menjadi pilihan alternatif untuk sumber radiasi gamma. Lebih dari 80% dari kobalt-60 yang tersedia di pasar dunia diproduksi di Kanada. produsen lainnya adalah Rusia, China, India dan Afrika Selatan.
Hamburan energi elektron tinggi dapat dihasilkan dari mesin dan mampu mempercepat elektron mendekati kecepatan cahaya melalui suatu akselerator linear. Karena elektron tidak dapat menembus jauh ke dalam makanan, dibandingkan dengan radiasi gamma atau X-ray, radiasi itu dapat digunakan hanya untuk penanganan pada pangan yang dikemas tipis dan bebas tanpa pengemas. Sinar-X dari berbagai energi diproduksi saat seberkas partikel elektron dipercepat membombardir target logam. Meskipun sinar-X memiliki kemampuan penetrasi ke dalam makanan, efisiensi konversi dari elektron sinar-X umumnya kurang dari 10%, dan hal ini menghambat penggunaan jenis sumber radiasi sejauh ini.
Dosis radiasi adalah jumlah energi radiasi yang diserap oleh makanan saat melewati bidang radiasi selama pengolahan. Hal ini diukur menggunakan unit yang disebut Gray (Gy). Dalam pekerjaan awal unit adalah (rad 1 Gy = 100 rad; 1 kGy = 1000 Gy). Internasional kesehatan dan keselamatan berwenang telah mendukung keselamatan iradiasi untuk semua makanan sampai dosis tingkat 10.000 Gy (10 kGy). Baru-baru ini sebuah evaluasi ahli internasional studi kelompok ditunjuk oleh FAO, IAEA dan WHO menunjukkan makanan yang diperlakukan sesuai dengan praktik manufaktur yang baik
pada setiap dosis di atas 10 kGy juga aman untuk dikonsumsi, membuat paralel iradiasi untuk memanaskan pengelolaan pangan. Dalam hal hubungan energi, satu gray sama dengan satu joule energi yang diserap per kilogram makanan yang diiradiasi. Dosis maksimum 10 kGy direkomendasikan oleh Standar Umum untuk Makanan Iradiasi Codex adalah setara dengan energi panas yang dibutuhkan untuk meningkatkan suhu 2,4 OC. Iradiasi sering disebut sebagai proses pasteurization cold karena dapat mencapai objektif sama dengan pasteurisasi termal dari pangan cair, untuk Misalnya susu, tanpa adanya peningkatan substansial dalam suhu produk.
3.2 Fasilitas Pengawetan
Fasilitas Industri iradiasi pangan harus memiliki lisensi, diatur dan diperiksa oleh keamanan nasional dan otoritas kesehatan radiologi, banyak aturan dari yang berwenang atas dasar standar dan kode praktik bersama-sama didirikan oleh FAO, IAEA dan WHO. Sarana yang umum dari semua Fasilitas iradiasi komersil adalah ruang iradiasi dan sistem untuk mengangkut makanan ke dalam dan keluar dari ruangan. struktur utama dibanding bangunan industri lainnya adalah perisai beton tebal yang mengelilingi ruang iradiasi, yang menjamin bahwa radiasi pengion tidak ke luar kamar radiasi.
Dalam Iradiator gamma, sumber radionuklida terus-menerus memancarkan radiasi dan apabila tidak digunakan untuk menangani pengawetan pangan harus disimpan dalam kolam air (biasanya kedalaman 6 meter). Dikenal sebagai salah satu perisai terbaik terhadap radiasi energi, air menyerap energi radiasi dan melindungi pekerja dari paparan jika mereka harus memasuki ruangan. Sedangkan untuk iradiator gamma, mesin memproduksi energi elektron tinggi beroperasi pada listrik dan dapat dimatikan. Sistem transpor yang digunakan dalam iradiasi pangan besar. Fasilitas ini mirip dengan yang digunakan untuk sterilisasi produk medis dan dapat berupa konveyor atau sistem uap. Dalam gamma Iradiator, ukuran wadah tempat pangan dipindahkan melalui ruang iradiasi dapat bervariasi dan palet sampai dengan 1 m3 dapat digunakan. Di sisi lain, dengan mesin, sebagian atau ketebalan dari suatu produk yang dapat ditangani adalah jauh lebih sedikit dan karenanya ada perbedaan mendasar desain antara dua jenis Iradiator.
Selama 30 tahun terakhir, hukum dan peraturan telah diundangkan untuk mengatur operasi di industri iradiator digunakan untuk memproses produk non-makanan, seperti persediaan obat-obatan. sekitar 170 iradiator tersebut beroperasi di seluruh dunia. Rencana, yang harus disetujui oleh pemerintah berwenang sebelum konstruksi, diharuskan inspeksi secara reguler, audit, dan review lainnya untuk memastikan bahwa pabrik benar-benar aman dan dioperasikan. Pada tingkat internasional, pedoman praktek iradiasi baik untuk sejumlah makanan telah dikeluarkan oleh International Consultative Group on Food Iradiasi (ICGFI). Mereka mencakup semua aspek perawatan, penanganan, dan distribusi. Pedoman ini memberikan dasar yang baik untuk menyusun protokol rinci diperlukan untuk melaksanakan iradiasi pada skala komersial. Pedoman ini menekankan bahwa, sebagaimana semua teknologi makanan, sistem pengendalian mutu yang efektif harus dipasang dan memadai dipantau dengan pengawasan ketat pada Fasilitas iradiasi. pangan harus ditangani, disimpan, dan diangkut sesuai dengan praktek-praktek manufaktur yang baik sebelum, selama, dan sesudah iradiasi. Hanya bahan pangan yang berkualitas tinggi yang harus diterima untuk iradiasi. Manajemen juga harus menjadi perhatian, dengan menyelenggarakan pelatihan untuk operator Iradiator, manajer pengembangan, dan supervisor pada pendidikan yang tepat, dengan penekanan pada pelayanan yang baik, dosimetri, penyimpanan catatan, dan identifikasi banyak, dan bagi para pemegang kebijakan dengan melakukan prosedur inspeksi yang tepat dan diperlukan untuk pengolahan makanan iradiasi serta perdagangan dalam pangan iradiasi. banyak kesalahpahaman bahwa keberadaan iradiasi gamma. Fasilitas ini akan menyebabkan akumulasi tumbuh radioaktif limbah material. Pada iradiator gamma, sumber radionuklida, biasanya kobalt-60 atau caesium-137, digunakan sebagai sumber radiasi energi. Peluruhan unsur ini dari waktu ke waktu untuk nonradioactive. Unsur-unsur tersebut kemudian dikembalikan dalam wadah pengiriman ke pemasok yang memiliki fasilitas untuk mengaktifkan kembali radioaktif dalam reaktor nuklir atau menyimpannya.


3.3 Permasalahan Iradiasi
Aspek Gizi, masalah gizi pada makanan yang diiradiasi ialah kekhawatiran akan adanya perubahan kimia yang mengakibatkan penurunan nilai gizi makanan, yang menyangkut perubahan komposisi protein, vitamin dan lain-lain (Glubrecht, 1987). Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa makanan yang diiradiasi sampai dosis 1 kGy tidak menimbulkan perubahan yang nyata, sedangkan pada dosis 1 – 10 kGy bila udara pada saat iradiasi dan penyimpanan tidak dihilangkan akan mengakibatkan penurunan beberapa jenis vitamin. Untuk itu telah dilakukan berbagai penelitian untuk mengetahui kondisi iradiasi yang tepat, sehingga pada prakteknya tidak akan terjadi perubahan nilai gizi dalam bahan pangan, terutama makronutrisinya sepperti karbohidrat, lemak dan protein (Purwanto dan Maha, 1993).
Aspek Mikrobiologi, dalam makanan iradiasi, masalah mikrobiologi yang mungkin timbul adalah sifat resistensi atau efek mutagenik dan peningkatan patogenitas mikroba (WHO, 1991 dalam Simatupang, 1983). Daya tahan berbagai jenis mikroorganisme terhadap radiasi secara berurutan adalah sebagai berikut : spora bakterI > khamir > kapang > bakteri gram positif > bakteri gram negatif. Ternyata bakteri gram negatif merupakan yang paling peka terhadap radiasi. Oleh karena itu, untuk menekan proses pembusukan makanan dapat digunakan iradiasi dosis rendah (Jay, 1996).
Aspek Toksikologi, analisis kimia yang dilakukan terhadap makanan yang diawetkan dengan iradiasi tidak ditemukan senyawa yang berbahaya bagi kesehatan. Namun uji tersebut saja tidak cukup untuk meyakinkan keamanannya sehingga perlu dilakukan uji toksikologi. Uji toksikologi terhadap makanan iradiasi dilakukan dengan prosedur yang jauh lebih teliti dan kompleks bila dibandingkan dengan pengujian sebelumnya, karena sejak awal keamanan makanan iradiasi sangat banyak dipertanyakan. Kekhawatiran ini mungkin disebabkan adanya senyawa radioaktif pada makanan yang diiradiasi. Iradiasi pada suatu bahan pangan yang mengandung air menyebabkan ionisasi dari bagian molekul-molekul air dengan pembentukan hidrogen dan radikal hidroksil yang sangat reaktif. Radikal-radikal ini sangat berperan terhadap pengaruh biologis iradiasi pengion. Oleh karena itu terdapat pengaruh tidak langsung dari iradiasi jaringan-jaringan lembab yang disebabkan oleh air yang diaktivasikan. Hidrogen dan radikal hidroksil secara kimiawi dikenal sangat reaktif dan dapat bertindak sebagai zat pereduksi ataupun pengoksidasi. Kekhawatiran ini dapat terjawab melalui beberapa penelitian yang dilakukan dan tidak ditemukan bukti yang menunjukkan bahwa makanan iradiasi berbahaya bagi kesehatan konsumen, sehingga berdasarkan hal tersebut, pada bulan Nopember 1980, para pakar dari FAO, WHO dan IAEA yang tergabung dalam Joint Expert Committee on Food Irradiation (JECFI) mengeluarkan rekomendasi yang menyatakan bahwa semua jenis bahan pangan yang diiradiasi sampai batas 10 Kgy adalah aman dikonsumsi.
Permasalahan lainnya, adanya ketakutan radioaktif. Iradiasi pangan adalah pangan yang telah sengaja diproses dengan beberapa jenis energi radiasi untuk membawa beberapa sifat yang diinginkan (misalnya, untuk menghambat tumbuh atau untuk menghancurkan bakteri-keracunan makanan). Selain bahan makanan, bahan lainnya yang komersial iradiasi selama manufaktur. Ini termasuk kosmetik, botol anggur gabus, perlengkapan rumah sakit dan produk medis, dan beberapa jenis kemasan makanan. Pangan Radioaktif, di sisi lain, adalah pangan yang telah disengaja dijadikan terkontaminasi oleh zat radioaktif dari uji coba senjata atau kecelakaan reaktor nuklir. Jenis kontaminasi sama sekali tidak terkait dengan pangan yang diradiasi yang telah diproses untuk pelestarian dan keperluan lainnya.
Hanya makanan kualitas higienis yang bak dan dapat diradiasi. Dalam hal ini, irradiasi tidak berbeda dari panas pasteurisasi, pembekuan, atau proses makanan lain. Meskipun proses ini dapat menghancurkan bakteri, mereka mungkin tidak dapat menghancurkan racun dan virus yang sudah dalam makanan. Hal ini sangat penting bahwa makanan ditujukan untuk pemrosesan metode yang berkualitas baik dan ditangani dan disiapkan sesuai dengan standar ditetapkan oleh badan nasional atau internasional berwenang. Dalam beberapa kasus, peraturan yang ketat melarang pembagian beberapa makanan.
Metode iradiasi lebih daripada metode lain dalam pengolahan makanan. kerugian gizi yang kecil dan sering jauh lebih kecil daripada kerugian yang terkait dengan lain metode pelestarian seperti pengalengan, pengeringan dan panas pasteurisasi. Banyak karya awal iradiasi diperiksa makanan dirawat di dosis sterilisasi, tapi karena sering menggunakan aplikasi terbaru dosis di bawah 10 kGy, yang realistis evaluasi kecukupan gizi makanan iradiasi harus didasarkan pada hasil percobaan yang diatur dosisnya. Perubahan nilai gizi yang disebabkan penyinaran tergantung pada sejumlah faktor. Ini termasuk dosis iradiasi yang makanan telah terbuka, jenis makanan, kemasan, dan kondisi pengolahan, seperti suhu selama waktu iradiasi dan penyimpanan. Karbohidrat, protein dan lemak merupakan komponen utama makanan. Macronutrients ini memberikan energi dan berfungsi sebagai blok bangunan untuk pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh. Riset ekstensif telah menunjukkan bahwa karbohidrat, protein, dan lemak, mengalami sedikit perubahan selama iradiasi bahkan pada dosis lebih dari 10 kGy. Demikian pula, asam amino esensial, mineral, trace elemen dan vitamin paling tidak menderita kerugian yang signifikan. Berbagai jenis vitamin ini mempunyai beragam kepekaan iradiasi dan untuk beberapa metode pengolahan makanan lainnya. sensitivitas dari vitamin untuk penyinaran tergantung pada kompleksitas sistem pangan dan kelarutan vitamin dalam air atau lemak. Iradiasi vitamin dalam larutan murni menghasilkan kehancuran yang cukup dari senyawa demikian beberapa laporan. Sebagai contoh, vitamin B1 (thiamin) di larutan air menunjukkan 50% setelah iradiasi kerugian sebesar 0,5 kGy, sedangkan iradiasi seluruh telur kering pada dosis yang menyebabkan kurang dari 5% kerusakan dari vitamin yang sama. Hal ini disebabkan tindakan saling melindungi konstituen berbagai makanan satu sama lain. Kerusakan Vitamin dapat diminimalkan dengan penyinaran makanan dalam bentuk beku atau kemasan dalam suasana seperti di bawah nitrogen. Empat vitamin diakui sebagai sangat sensitif untuk iradiasi: B1, C (asam askorbat), A (retinol) dan E (A-tokoferol). Namun, B1 bahkan lebih sensitif terhadap panas daripada iradiasi. Telah menunjukkan bahwa yang disterilisasi dengan penyinaran mempertahankan lebih banyak vitamin B1 daripada daging kaleng disterilkan termal.
3.4 Pengemasan
Bahan kemasan yang digunakan tidak harus diinduksi radiasi rilis-produk reaksi atau aditif pada makanan, atau harus lagi hilang kualitas fungsional seperti mekanika kekuatan, stabilitas segel, atau impermeabilitas terhadap air pada iradiasi. Hasil penelitian yang luas menunjukkan bahwa hampir semua bahan kemasan yang umum digunakan makanan yang diuji adalah cocok untuk digunakan pada dosis apapun mungkin diterapkan untuk makanan termasuk perawatan sterilisasi. Hanya bahan kemasan yang telah secara khusus disetujui untuk digunakan tersebut dapat dikenakan iradiasi makanan dikemas. Berbagai jenis bahan kemasan telah disetujui untuk digunakan ketika makanan iradiasi. Kesesuaian mereka untuk makanan dimaksudkan untuk iradiasi telah dipelajari di berbagai negara. Jumlah bahan kemasan makanan telah disetujui untuk digunakan dalam iradiasi makanan oleh Amerika Serikat Food and Drug Administration (FDA) lebih dari 20 tahun yang lalu. Baru-baru ini, Kanada, India dan Polandia telah menyetujui tambahan bahan, termasuk film polietilen berlapis-lapis, sebagai aman untuk makanan kemasan yang akan diradiasi. tes canggih telah digunakan untuk mengevaluasi efek radiasi pada jenis plastik dan kemasan bahan. Peneliti memandang pasca iradiasi stabilitas, kekuatan mekanik, dan permeabilitas terhadap air dan gas dari bahan kemasan, dan pada extractability yang dari plastik, aditif, dan perekat.
Beberapa peraturan nasional mensyaratkan bahwa makanan iradiasi akan diberi label dengan pernyataan yang menunjukkan perlakuan dan, sering, dengan logo internasional dikenal sebagai simbol radura. Pengalaman dengan cobaan pasar dan penjualan komersial makanan iradiasi telah membuktikan bahwa konsumen informasi tidak terhadap makanan iradiasi tetapi memilih untuk diberi label seperti itu. Label memberikan konsumen kesempatan untuk memilih. Label laporan juga dapat digunakan untuk menyatakan mengapa produk iradiasi. Hal ini telah menunjukkan bahwa orang lebih mungkin untuk membeli makanan iradiasi diberi label dengan pernyataan menyampaikan manfaat positif dari teknologi, Misalnya, untuk mengendalikan microbes untuk menghambat spoilage.


3.5 Ekonomis Iradiasi Pangan
Setiap proses makanan akan menambah biaya. Dalam kebanyakan kasus, bagaimanapun, harga pangan tidak harus naik hanya karena produk telah ditangani. Banyak variabel yang mempengaruhi biaya makanan, dan satu dari mereka adalah biaya pengolahan. Pengalengan, pembekuan, pasteurisasi, pendinginan, pengasapan, dan iradiasi tambahkan biaya produk. Perawatan ini juga akan membawa manfaat kepada konsumen dalam hal ketersediaan dan kuantitas, penyimpanan kehidupan, kenyamanan, dan kebersihan baik dari makanan. Mengurangi kerugian yang akan membawa pendapatan produsen dan pedagang, sehingga pada gilirannya, kompensasi biaya pengobatan.
Faktor utama yang mempengaruhi ekonomi iradiasi makanan menggunakan kobalt-60 meliputi: desain iradiasi seperti parameter dosis yang diterapkan, densitas pengepakan produk, penanganan kondisi (produk kering versus tahan lama), dosis keseragaman dan throughput; biaya modal terdiri dari Iradiator, sumber radiasi, suku cadang untuk linear akselerator, kapasitas gudang, dan biaya operasi seperti gaji, utilitas, replenishments dari kobalt-60, pemeliharaan, dll Iradiasi biaya berkisar antara US $ 10 sampai $ 15 per ton untuk dosis rendah aplikasi (misalnya, untuk menghambat pertumbuhan kecambah dalam kentang dan bawang) menjadi US $ 100 sampai $ 250 per ton untuk aplikasi dosis tinggi (misalnya, untuk memastikan kualitas higienis rempah-rempah). Biaya tersebut kompetitif dengan pengobatan alternatif. Dalam beberapa kasus, iradiasi dapat menjadi jauh lebih murah. Untuk disinfestation buah untuk memenuhi persyaratan karantina dari pengimpor negara, misalnya, telah diperkirakan bahwa biaya iradiasi akan menjadi hanya 10% sampai 20% dari biaya uap-perlakuan panas.

3.6 Pendeteksian ikan terradiasi
Kebutuhan untuk tes yang handal dan rutin untuk menentukan apakah makanan telah diiradiasi muncul sebagai hasilnya dari kemajuan yang dibuat dalam komersialisasi makanan proses iradiasi, lebih besar internasional perdagangan makanan iradiasi, berbeda peraturan yang berkaitan dengan penggunaan teknologi di berbagai negara, dan permintaan konsumen
untuk label yang jelas dari perlakuan makanan. Meskipun tidak penting bagi pengelolaan proses, itu membayangkan bahwa ketersediaan seperti Tes akan membantu memperkuat peraturan nasional tentang iradiasi makanan tertentu, dan meningkatkan konsumen kepercayaan dalam peraturan tersebut. Ketersediaan diandalkan metode identifikasi akan bantuan dalam membangun sistem kontrol legislatif, dan membantu mencapai penerimaan makanan iradiasi oleh konsumen. Sejak pertengahan 1980-an penelitian yang luas telah menghasilkan pengembangan berbagai tes yang dapat digunakan untuk andal menentukan status iradiasi luas berbagai makanan. Metode yang telah dipelajari paling luas dan yang memiliki lingkup terbesar aplikasi termasuk resonansi spin elektron (ESR) spektroskopi, thermoluminesensi (TL), dan pemantauan pembentukan hidrokarbon rantai panjang dan 2-alkylcyclobutanones. Metode ini telah berhasil dievaluasi di beberapa percobaan buta antar laboratorium dengan hasil bahwa, pada tahun 1996, lima tes yang diadopsi sebagai referensi metode standar untuk mendeteksi iradiasi makanan oleh Komite Eropa untuk Normalisasi.
Ikan telah diteliti untuk mendeteksi perlakuan radiasi terhadapnya, menggunakan teknik thermoluminesensi (TL). Sampel diiradiasi dengan 60Co-sumber gamma pada dosis yang diserap dari 1, 2, 3, 4 dan 5 kGy. TL respon sampel diperlakukan pada suhu rentang 50-300°C, diukur dengan menggunakan pembaca TL dengan profil temperatur 10 °C/s. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai TL meningkat sebanding dengan suhu dan sinyal maksimum diperoleh pada 195 ° C, dalam setiap kasus. Juga diamati bahwa intensitas TL meningkat dengan diserap dosis (1-5 kGy) dan peningkatan ini tergantung pada dosis serap. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa teknik TL adalah metode yang cepat, sederhana dan
menjanjikan untuk mengidentifikasi ikan yang telah diradiasi sinar gamma.
Sampel dari ikan dikumpulkan dari beberapa tempat pasar. Sampel dikemas dalam tas polietilen dan diiradiasi dengan tingkat dosis 1-5 kGy menggunakan sumber 60Co. Sampel dihancurkan secara mekanis dan dikeringkan dalam oven pada 50-60°C. sampel kering diambil sekitar 5-10 mg, memakai disk stainless steel dan respon TLnya diukur di kisaran suhu 50-300°C dengan cara Harshaw Model 2000C thermoluminesensi detektor digabungkan dengan 2000b integrator. Kondisi operasi instrumen ditetapkan :
T1 = 50 ° C, T2 = 300 ° C, tegangan = 500 190 = 690 V, waktu = 32 s, kecepatan pemanasan = 10 ° C/s, aliran N2 = 3-5 CFH (Pasokan kaki kubik/jam).
Pengaruh dosis terserap pada nilai-nilai TL di ikan diperoleh pada suhu yang berbeda disajikan dalam Gambar 2. Hal itu diamati nilai TL pada suhu masing-masing meningkat dengan meningkatkan dosis serap dalam produk. Maksimum TL nilai untuk setiap dosis diamati pada 195 ° C. Meskipun besarnya nilai berbeda antara sampel, pola perubahan yang serupa dalam setiap kasus.

Untuk melihat adanya regresi signifikan dari peningkatan nilai TL dengan dosis suhu dan diserap, koefisien korelasi, koefisien regresi dan persamaan regresi data diukur (Tabel 1) dan garis regresi untuk kedua jenis sampel ditarik (Gambar 4). Diamati bahwa nilai-nilai di TL setiap suhu meningkat dengan meningkatnya diserap dosis dalam sampel yang diuji. Dalam hal nilai TL ikan di 195°C adalah 47,03, 86,4, 182,43, 204,73, 243,93 dan 278,76 nC untuk kontrol dan iradiasi masing-masing pada 1, 2, 3, 4 dan 5 kGy. Uji statistik menunjukkan adanya regresi linier yang signifikan (P <0,01). Oleh karena itu diamati, bahwa dosis yang diserap meningkat nilai TL meningkat pada setiap saat sampai suhu 195 ° C. Pada nilai TL puncak (195 °C) untuk ikan hubungan itu diungkapkan oleh regresi linear signifikan.
Y = 47.236X + 55,774 pada 195 °C
dimana X adalah dosis radiasi diserap dalam kGy dan Y TL nilai dalam nC. Peningkatan TL ditemukan sangat berkorelasi positif dengan dosis serap di 195 °C dan sampel, seperti terlihat dari nilai R ikan R = 0,9603. Ditemukan lebih lanjut koefisien regresi yang pada waktu yang berbeda suhu secara signifikan berbeda satu sama lain, menunjukkan pengaruh yang luar biasa temperatur variasi pada nilai-nilai TL sampel.


Deteksi thermoluminesensi, Metode ini tidak hanya berlaku untuk identifikasi rempah-rempah, buah-buahan, sayuran dan lain-lain tapi makanan berdasarkan produk hewani seperti, daging ayam, tulang ayam, telur kerang, udang, juga telah diidentifikasi dengan metode ini. dari itu, disimpulkan dari penelitian ini bahwa TL pengukuran pada ikan dapat digunakan untuk identifikasi serta untuk prediksi dari dosis serap dalam sampel dan untuk tujuan standardisasi, studi tentang stabilitas TL yang memberi manfaat.

3.7 Manfaat
Pengurangan mikroorganisme patogen, Insiden penyakit bawaan makanan yang timbul dari konsumsi makanan terkontaminasi dengan mikroorganisme patogen meningkat, dan ada kesadaran tinggi di masyarakat kesehatan ancaman yang ditimbulkan oleh patogen dalam makanan. Di antaranya, E. coli, Salmonella, Campylobacter jejuni, Listeria monocytogenes, dan Vibrio merupakan perhatian utama dari sudut pandang kesehatan masyarakat karena keparahan penyakit dan jumlah wabah yang lebih tinggi dan kasus-kasus individu yang terkait dengan penyakit bawaan patogen makanan ini.
Bakteri ini meracuni makanan, Salmonella dan C. jejuni biasanya berhubungan dengan ikan, dan olahan ikan dan makanan lainnya yang mempunyai kebertahanan di bawah pendinginan. Vibrio sp. Dapat menyebabkan pandemi kolera agen di dunia dan banyak wabah penyakit yang disebabkan oleh konsumsi ikan mentah. Kepatuhan terhadap praktek manufaktur yang baik adalah jelas penting tapi ini saja mungkin tidak cukup untuk mengurangi jumlah wabah keracunan makanan. Patogen seperti yang telah disebutkan sebelumnya sensitif terhadap radiasi pengion tingkat rendah.
Bila dosis iradiasi lebih meningkat mikroorganisme akan terpengaruh tetapi dosis yang lebih tinggi, tidak menciptakan produk-produk yang berbahaya, sekaligus dapat memperkenalkan perubahan kualitas pangan, maka dari itu keseimbangan harus diperoleh antara dosis optimum yang dibutuhkan untuk kebutuhan yang wajar. Ikan segar, diradiasi sampai dosis 2,5 kGy hampir akan menghilangkan Salmonella dan Campylobacter di bawah kondisi produksi yang tepat. Dosis yang sama menghancurkan E. coli O157: H7, bakteri yang sangat berbahaya yang dapat menyebabkan penyakit dan kematian, dan yang diperkirakan 20.000 menyebabkan infeksi dan 250 kematian di Amerika Serikat setiap tahun. metode radiasi saat ini hanya diketahui menonaktifkan patogen dalam makanan mentah dan beku. Seafood, terutama kerang, sering terkontaminasi dengan organisme patogen seperti Salmonella, Vibrio parahaemolyticus, dan Shigella. Proses pemasakan yang tidak cukup matang dapat menimbulkan resiko yang berbahaya. Perpanjangan massa konsumsi ikan dan makanan laut bisa sangat lama oleh pengawetan dengan kombinasi iradiasi dosis rendah dan pendinginan yang tidak mengubah rasa atau tekstur.



BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
4.1 Simpulan
Pengawetan pangan adalah salah satu cara memperpanjang kebermanfaatan suatu produk. Dalam hal ini pengawetan ikan. Ikan memiliki banyak sekali zat gizi yang lebih baik dibandingkan sumber zat gizi lain seperti daging, telur dan sebagainya. Dalam keberjalanannya, radiasi pangan menempuh jalan berliku hingga dapat diterima di masyarakat dunia. Berbagai prosedur dan standardisasi harus diterapkan demi keamanan dan keselamatan. Metode pengujian terhadap ikan yang telah diradiasi telah ditemukan beberapa cara, pengujian ini akan menghasilkan sejauh mana radiasi akan memberi efek pada tubuh.
Pangan yang telah diradiasi, wajib hukumnya untuk dikemas dan diberi label khusus, hal ini penting agar konsumen dapat memilih produk mana yang ia inginkan dari pasar. Biaya yang besar untuk meradiasi juaga menjadi pertimbangan dalam ekonomi, produk ini harganya lebih mahal dibandingkan produk biasa. Karena produk radiasi lebih unggul dalam kebertahanan dan telah diminimalisasi kontaminannya, sehingga aman dikonsumsi dibanding produk biasa.

4.2 Saran
Perlu adanya riset lebih lanjut untuk mengembangkan metode pengawetan ikan ini di Indonesia. Melihat Negara ini yang dua per tiganya lautan, sangat potensial sekali untuk mengembangkan teknologi agar produk perikanannya dapat bersaing di tataran global.
Masyarakat harus mendapat edukasi yang benar tentang radiasi ini. Tidak ada yang perlu ditakuti. Selama ada standard operating prosedure yang jelas dan diawasi oleh pihak yang berwenang dan ahli dalam bidangnya.
Perlu adanya kerja sama yang kooperatif dengan negara maju yang telah lebih dahulu menggunakan dan terbiasa dengan teknologi nuklir ini. Sehingga memberi manfaat yang dapat dirasakan oleh masyarakat, khususnya yang berkecimpung dalam bidang perikanan.


DAFTAR PUSTAKA

Ahmed, Md.K., Hasan, M., Alam, Md.J., Ahsan, N., Islam, Md.M., dan Akter, M.S., 2009. Effect of Gamma Radiation in Combination with Low Temperature Refrigeneration on the Chemical, Microbiologycal and Organoleptic Changes in Pampus chinesis. World Journal of Zoology, Vol. 4, No. 1 Hal. 9–13.

Atta, S. , A. Sattar,1 A. Ahmad,I. Ali,S. A. Nagra, dan T. Ahmad. 2001. Suitability of thermoluminescence for the detection of irradiated chicken and fish. Journal of Radioanalytical and Nuclear Chemistry, Vol. 250, No. 3 Hal. 537–54.

Loaharanu, P., dan Ahmed M., 2000. Advantages and Disadvantages of the Use of Irradiation for Food Preservation. Journal of Agricultural and Environmental Ethics, Hal 14-30.

Mojica, E.E., Nato, Jr.A.Q., Ambas, M.E.T., Feliciano, C.P., Francisco, M.L.D.L., dan Deocaris, C.C., 2005. Application of Irradiation as pretreatment Method in the Production of Fermented Fish Paste. Journal of Applied Sciences Research, Vol. 1 No. 1 Hal. 90–94.

Rao, S.M., 1996. Isotopes and radiation Technology. Journal of Radioanalytical and nuclear Chemistry. Vol. 205 No.1 Hal. 35-44.

Stefanova, R., Vasilev, N.V., Spassov, S.L., 2010. Irradiation Food Legislation Framework and Detection of Irrated Foods. Food Anal. Methods, Vol. 3, Hal. 225–252.

______. Facts about food irradiation. 1999. International Consultative Group on Food Irradiation (ICGFI), Vienna, Austria.

Jam Sekarang Coy